Wednesday, June 8, 2011


KOMUNIKATOR MULTIMEDIA DALAM SISTEM SOSKOMAS
 (Emha Ainun Nadjib)
                                                    
A.  Kultur Jombang
 Cak Nun begitulah orang-orang akrab memanggilnya. Bernama asli Muammad Ainun Najib yang dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada 27 Mei 1953, anak keempat dari lima belas orang bersaudara. Emha lahir sebagai anak ‘rakyat jelata’ anak dari pasangan Muhammad  Abdul Lathif dan istrinya Chalimah.
Emha menghabiskan masa kanak-kanaknya di desa Menturo, Jombang, Jawa Timur daerah yang berbeda dari Jombangnya almarhum Abdurrahman Wahid dan almarhum Nurcholis Madjid, intelektual dan Muslim dan pendiri Universitas Paramadina.  Sedangkan nama Cak Nun adalah panggilan akrab, namun hormat  untuk abang atau saudara tua laki-laki.
B.  Berbagai Organisasi
Pendidikan formal Emha berakhir pada semester satu di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sebelumnya  ia pernah ‘’dikeluarkan’’ dari Madrasah Pondok Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur, sebelah selatan Madiun, Jawa Timur di tahun ketiga masa belajarnya karena memimpin ‘’demonstrasi’’ melawan satpam sekolah. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta tempat ia menamatkan SMA Muhammadiyah. Menarik untuk dicatat, walaupun Emha dilahirkan dalam lingkungan yang didominasi NU, ia menamatkan pelajarannya di Muhammadiyah. Sudah cukup banyak ditulis orang mengenai pengaruh NU (Nahdhatul Ulama) dan Muhammadiyah. Cukuplah di sini dikatakan bahwa kedua gerakan massa muslim yang besar ini amat penting bagi perkambangan Islam modern di Indonesia.
Selama lima tahun antara 1970-1975 Emha tinggal ‘menggelandang’ di jalan Malioboro, Yogyakarta, sambil mempelajari sastra dari seorang guru yang dihormatinya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya sangat misterius dan sangat berpengaruh terhadap Emha. Malioboro adalah jalan induk Yogyakarta yang sekarang merupakan pusat industri turisme di sana. Yogyakarta sekarang merupakan tempat kediaman Emha dan pangkalan bagi Kiai Kanjeng.
C.  Penggunaan Multimedia
1. Buku
Kemudian Emha mulai berkarya melalui multimedia seni Yogyakarta bersama-sama dengan sesama aktivis. Sudah barang tentu sebagai seorang yang mencintai seni Emha juga bekerja langsung di tengah-tengah rakyat dan mengerjakan kegiatan kesenian yang sangat beragam. Ia aktif dalam pemikiran keagamaan, pendidikan politik, sinergi ekonomi dan pemberdayaan rakyat, kesemuanya dirancang untuk menstimulasi potensi rakyat ketingkat optimal.
Emha dikenal karena kreativitasnya yang fenomenal sebagaimana tercermin dari banyaknya definisi yang diberikan orang mengenai dia. Dia tidak saja dikenal sebagai sastrawan, tetapi juga sebagai budayawan, cendekiawan, pekerja dan aktivis social, kolumnis, pembicara dalam seminar, kiai, seniman, humoris, dan lain-lainya. Bahkan menurut definisi yang yang dibuatnya sendiri, Emha tampaknya telah mendobrak definisi profesi yang lazim, meniadakan ‘’segmentasi’’ masyarakat dan sedia berbagi ‘apa saja’ dengan orang lain.
Emha dianggap sebagai seorang tokoh terkemuka dalam kebangkitan kembali tradisi ibadah mistik sufi Indonesia. Ia telah mencapai status semacam super star diantara para elite muda Indonesia karena pendekatanya yang lirikal, hampir-hampir jenaka, terhadap apa-apa yang dalam islam dianggap sebagai ibadah.

2. Musik
Komentar-komentar yang dibuat orang tentang Emha mengatakan bahwa kemampuan kunci tokoh ini adalah mengambil esensi dari bentuk-bentuk musik tertentu dan membuat mereka hidup kembali dalam bentuk-bentuk baru. Dengan cara ini kita lihat bagaimana Emha mengakomodasikan simbol-simbol, tema-tema, istilah-istilah, dan motif-motif Islam dalam konteks kultural yang sangat kuat warna Jawanya. Kita juga dapat mengajukan argumentasi bahwa hingga suatu tingkat tertentu pendekatan Emha mencerminkan bagaimana Islam pertama kali diperluaskan di Jawa selama abad ke-15 dan 16 oleh para pedagang Arab dan Muslim bangsa lainnya.
Islam tidak begitu saja menggantikan kultur pribumi di Jawa yang ditemuinya, tetapi sangat dibaurkan dengan kultur Hindu dan Buddha yang mendahuluinya. Budaya jawa sangat fleksibel hingga dapat mengakomodasi dan menyerap Islam, sambil mencangkokan kedalam Islam karakteristiknya yang sangat Jawa. Dengan cara ini, Emha mampu menyajikan Tombo Ati, lagu rakyat muslim Jawa, dalam bahasa jawa dan Arab sehingga versi baru tersebut menjadi khas Emha.
Bersama Kiai Kanjeng Emha menyampaikan dakwahnya melalui musik-musik yang dilantunkan yang syairnya berisi shalawat dan pesan-pesan keislaman. Cara yang digunakan oleh Ema mengingatkan kita kepada seorang wali yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa yaitu Kanjeng Sunan Kali Jaga di mana Kanjeng Sunan menggunakan kesenian wayang untuk menyiarkan Islam di tengah masyarakat Jawa saat itu.
3. Group Kyai Kanjeng
Dari satu tempat ke tempat lainnya Emha berkeliling dalam Kenduri Cinta. Kenduri Cinta merupakan pertemuan atau pertunjukan demokratis. Pada umumnya pertemuan Kenduri Cinta menampilkan lagu-lagu yang dimainkan Kiai Kanjeng. Beberapa lagu yang nyata-nyata bersifat ibadah akan dipimpin atau diikuti oleh Emha, tetapi beberapa lagu yang tidak bersifat demikian akan dipimpin oleh seorang vokalis.
4. Kaset (Judul Kaset)
Isi lagu-lagunya kemungkinan Islam, dikatakan demikian karena mereka dinyanyikan dalam kombinasi bahasa Arab dan Indonesia. Lagu tersebut biasanya berisi tema, symbol, dan tamsil Islam, dan menggunakan bahasa yang dimengerti pemeluk Islam. Siapa saja yang mencari ekspresi artistik Islam Jawa akan terpuaskan. Tetapi, sebenarnya, ada hal-hal yang lebih mendalam dari sekedar itu. Konser-konser Emha menarik pemeluk semua agama lain, dan ia mempunyai komitmen pada harmoni antar agama, toleransi dan pluralisme.
5. Konser
Pertemuan-pertemuan Kenduri Cinta atau Padang Mbulan dan lain-lain pertunjukan maiyah dan konser-konser akan disertai doa yang diikuti oleh orang-orang dari agama lain. Doa-doa semacam itu dapat berisi permoonan dan wirid  tradisional, petikan-petikan doa Alquran dan puisi Jawa lama yang sekarang sudah tidak dikenal oleh orang-orang muda, tetapi semua orang akan diterima dengan senang hati dan mereka semua kerasan dan tujuan-tujuan semacam itulah yang memang diinginkan dalam pertunjukan semacam itu. Pertunjukan-pertunjukan ini, seperti digambarkan Emha sendiri, merupakan pengalaman yang sangat spiritual dan menyentuh baik bagi penonton maupun pemain.
Demikianlah cerita perjalanan seorang Emha Ainun Najib. Perjalanan hidupnya dari seorang anak jelata hingga menjadi seorang komunikator dan da’i yang handal dan dapat memberikan pencerahan kepada setiap orang yang mendengarkan. Kemampuan ini tentunya tidak didapat begitu saja melainkan melalui proses yang panjang dan berliku..

DAFTAR PUSTAKA
Effendi,Muchtar,Bandung,17 Mei 2009:Sinar Mas Yogyakarta.